Dikarenakan nama blog ini terlalu panjang anda bisa membukanya di

http://thereallymuslim.co.cc

Rabu, April 21, 2010

Kenapa Yah Do'a Nggak Terkabul.....???



Renungan Ayat dan Hadist

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan.” (QS. Al-Mu’min: 60).

“ Barang siapa tidak mau meminta kepada Allah, niscaya Allah akan marah kepadanya” ( HR: Ahmad, Tirmizi, dihasankan Al-Albani)


Doa; Makanan Hariaan

Doa adalah makanan kesehariaan kita, doa adalah ratap tangis kita. Ketika hati penuh nestapa, dibalut kesedihan, ditertawakan oleh duka, kesulitan selalu mengintai. Doalah sebagai senjata pamungkas dan solusi terbaik.
Tapi kaget, ketika doa yang di panjatkan ternyata tidak berbuah apa2!!! Sedih hati rasanya, bagaimana bisa menyelesaikan semua yang dihadapi sedangkan apa yang dirindukan tidak kunjung tiba!!! Allah tidak mau mendengar doa???Ke dunia mana saya harus pindah, kalau Allah sudah tidak mau mendengar doa saya!!
Untuk sekedar tips, coba kita ambil kursi terus duduk dan merenung dikit aja…Mungkin saja ada ada yang terlupakan oleh kita!! Apa itu???

Kenapa Yah Doa Kagak Dikabulin..!!!

Pertama:
Mungkin saja kita belum bertaubat. Bagaimana mungkin doa itu terkabul sedangkan kita masih berbalut dosa?? Masih berselimut maksiat!!!cobalah bertaubat dahulu sebelum berdoa. Salat 2 rakaat sunnah apa saja, mau salat taubat, salat sunnat wudhu, tahajud dll. Sesudah salat istighfar dulu min. 100 x.
..Ahgghhh kurang segitu mah..ya udah tambah lagi ribuan. Ingatlah dosa-dosa yang pernah dilakukan, menangislah, menjeritah…:

Kedua:
Mungkin saja kita jarang atau tidak sama sekali bersyukur. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

“ Bila kalian bersyukur, maka niscaya kutambahkan nikmat atas kalian. Dan bila kalian mengingkari nikmatKU, sungguh siksaku amat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Bersyukur itu bukan masalah suka atau tidak, tapi wajib dan harus. Kalau nggak syukur kita diancam dengan kepedihan, nestapa ditambah siksa. Nah mana mungkin doa dikabul sedangkan bersyukur saja tidak, malah kita terancam dengan siksa lagi!!
Udah kok!! Saya sering ngucap alhamdulillah kalau dapat rezeki!!
Ntar dulu, apakah cukup dengan baca alhamdulilah?? Kita dapat rezeki misalnya sejuta terus ngucap alhamdulilah! bagus sekali itu, tapi kalau ditanya,
” Bagaimana aplikasi syukur anda itu?? Apa yang akan kita jawab???

Ketika mulut kita bersyukur, coba sedikit saja kita sisihkan uang kita untuk deposito akhirat. Itulah syukur yang mumpuni.
“Aku suka kok ngasih baju-baju ke orang lain!! Wah bagus sekali!! Bajunya baru semua mba?? Yah yang bekas,yang udah ngak terpakai!!!
Coba kira-kira bagus ngak ngasih barang bekas?? Dan kita anggap perbuatan itu sudah bagus dan hebat??? Kita masukan 10.000 ribu ke kas masjid, atau ngasih ke anak yatim piatu. Sedangkan gaji kita 10.000.000, atau kita sering hanging out, nonton, ke café, liburan ke Bali yang menghabiskan jutaan??
Tapi ketika mengaplikasikan syukur itu terkadang tidak berharga meskipun kita mendapat nikmat yang begitu besar!!!
“Wah yang penting ikhlas kan meskipun sedikit!!!
Betul tapi bagusnya kan besar sedekahnya dan ikhlas lagi…Yakinlah, Insya Allah doanya cesplenk.
Nah itulah mungkin doa kagak terkabul, karena tidak bersyukur dan aplikasinya tidak seimbang.

Ketiga:
Mungkin saja kita lupa pada orang miskin, lupa pada tetangga yang kelaparan, saudara jauh kita yang mungkin ngak punya uang untuk bayaran. Padahal mugkin saja kita mampu beli motor, beli baju ratusan ribu, liburan, umrah, haji, beli majalah, beli mas, beli laptop, bisa langganan spedy, indovison dsb.

“ Suka kok, kalau ada makanan ngak kemakan, aku suka kasih ke tetangga!! Aduh maaf yah, pantas ngak ngasih makanan yang tidak termakan???

Mau enak hati!! Mau enak hidup?? Coba beli Pizza Hut terus langsung kasih ke anak yatim atau orang yang ngak mampu, pasti mereka ada yang nangis, gembira dll. Sambil makan dikit-dikit sambil dinikmati. Atau beli KFC dan bagikan ke mereka. Bungkusnya pun pasti mereka simpan baik-baik di lemari.
Padahal sering sekali kita makan ngak habis. Dijamin kalau dikasih ke mereka pasti habis dengan tulang-tulangnya.

Keempat
Mungkin saja kita sering makan makanan yang haram.
Lah nggak lah, saya nggak pernah makanan yang diharamkan kok!!!
Coba periksa dulu, pernah ke food court di mall? Sering donk!!!
Sering makan ke resto2 bersama keluarga??? Wah itu mah mingguan atuh…
Apa pernah memeriksa apakah resto-resto itu sudah ada SERTIFIKAT MUI nya???
Emang kenapa??? Kan banyak sekali makanan yang dimasak dengan ANG CUI (arak Cina) agar makanan gurih dan kering, ada steak yang dicampuir RUM (sejenis miras), ada black forest yang menggunakan alcohol…
Astafirullah al-adzim…kan saya nggak tahu…Lah kan sudah ada seruan agama bahwa kita harus menjaga perut kita dari yang haram!! Lah saya kan cuman lihat di resto itu ada yang berjilbab yah masuk aja gitu loch?
Lah masa pengetahuan agama akan mengetuk pintu rumah kita tiap hari, kalau kita tidak mencarinya???

Kelima
Mungkin saja kita lupa dengan kewajiban. Misalnya kita malas atau tidak mau mempelajari agama. Ada seseorang bertanya kepada seorang ustadz:
“ Ustadz, dimana yah cari guru ngaji?” SI ustadz diam sejenak, karena bingung jawabnya gimana. Kemudian ditanya:
“Ibu dari mana? Oh saya dari solo! Di Jakarta saya kerja dah setahun. Tahu ngak tadz! Saya tuh dah cari kerja kesana kemari, buka internet, beli koran, majalah tiap hari, saya di interview ke bandung, jogja, ke Surabaya, bahkan pernah ke Batam.” Ujar si ibu..
Kemudian si ustadz menjawab, “ Ibu sudah ke sana kemari bahkan pergi ke kota2 yang sebelumnya belum pernah dikunjungi. Tapi kenapa bertanya nguru ngaji ada dimana??? Kenapatidak berusaha mencarinya ?? Waktu mencari kerja rela kesana kemari, padahal ngaji itu untuk bisa baca Al-Qur’an itu penunjuk jalan yang akan menuntun kita kelak!!
Pantaskah hati akan bahagia? Banyak solusi dalam kehidupan!!!!
Boleh jadi kita sering salat wajib, banyak salat sunah..tapi maaf apakah batin dan jiwa kita sudah terisi dengan pengetahuan!! Dalam fikih begini, seseorang yang taat malaksanakan kewajiban agama bertahun-tahun tanpa pergi ke majelis taklim, ngak pernah baca buku agama, ngak peduli ceramah di TV, radio dll, dan ternyata ketika tahu bahwa gerakan salatnya banyak yang salah, pasti ngomong begini:
“ Wah saya ngak tahu kok,” atau begini “ Pasti deh Allah terima, wong nggak tahu!!” Ntar dulu kata fikih, “ Apakah anda belajar untuk menghilangkan ketidak tahuan itu? Apakah anda tahu mencari ilmu agama itu wajib?? Kalau tahu berarti selama itu pula anda salah, kalau salah mana diterima doanya!!

Sudah deh kita sering nonton sinetron, mendatangi Café, resto2, liburan , week end kemana mana, jalan-jalan, sering ke acara pernikahan, sunatan, meeting de el el.
Dah deh sekarang kita juga pergi majelis2 taklim, masa ngak bisa siiiih…!!!.

Jadi Gimana Dunk..!!!
Yuk kita belajar agama, dah bosan kita jalan2 kemana-mana, saatnya sekarang menata hati, memperbaiki jiwa, membangun kesuksesan, memerangi kehampaan kalbu.
Itulah sekelumit mengapa doa tidak terkabul masih ada beberapa dan Insya Allah dalam kesempatan lain.

“Ya Allah, jadikan kami hamba yang selalu bersyukur, jangan jadikan kami hamba yang tidak pernah bersyukur karena kami yakin bahwa kemarahan-Mu sakit dan pedih rasanya. Ya Allah, jadikan keluarga kami, anak-anak kami yang selalu menegakan shalat, rajin membaca Al-Qur’an. Betapa malu rasanya sekolah terbaik kami berikan, pendidikan terbaik kami usahakan. Namun kami lupa pendidikan Islam bagi anak-anak kami. Ya Allah, aku malu kemanapun kami bisa pergi, namun ke majelis yang selalu menyebut namaMu, tidak sekalipun kami injak. Ya Allah jangan karena itu doa kami tidak dikabulkan. Ke dunia mana kami akan pindah, jika Engkau sudah tidak sudi mendengar doa kami.”

Semoga bermanfaat
Read More..

Sabtu, April 10, 2010

Aku Ingin Bertobat, Tetapi......





Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosaku?!
Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat Allah, cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.



Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa

Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنّ نَبِيَّ الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال : إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟ فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ
- أيْ حَكَماً – فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ
الرَّحمةِ )) مُتَّفَقٌ عليه .


Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.”1

Beberapa Faedah Hadits

Pertama: Luasnya ampunan Allah
Hadits ini menunjukkan luasnya ampunan Allah. Hal ini dikuatkan dengan hadits lainnya,
حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً »
Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”2

Kedua: Allah akan mengampuni setiap dosa meskipun dosa besar selama mau bertaubat
Selain faedah dari hadits ini, kita juga dapat melihat pada firman Allah Ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53). Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”3
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”4

Ketiga: Janganlah membuat seseorang putus asa dari rahmat Allah
Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan, “Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”5

Keempat: Seseorang yang melakukan dosa beberapa kali dan ia bertaubat, Allah pun akan mengampuninya
Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits lainnya, dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”6 An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.”7

Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …

 
Kelima: Diterimanya taubat seorang pembunuh

An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ini adalah madzhbab para ulama dan mereka pun berijma’ (bersepakat) bahwa taubat seorang yang membunuh dengan sengaja, itu sah. Para ulama tersebut tidak berselisih pendapat kecuali Ibnu ‘Abbas. Adapun beberapa perkataan yang dinukil dari sebagian salaf yang menyatakan taubatnya tidak diterima, itu hanyalah perkataan dalam maksud mewanti-wanti besarnya dosa membunuh dengan sengaja. Mereka tidak memaksudkan bahwa taubatnya tidak sah.”8

Keenam: Orang yang bertaubat hendaknya berhijrah dari lingkungan yang jelek
An Nawawi mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.”9

Ketujuh: Memperkuat taubat yaitu berteman dengan orang yang sholih
An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”10
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”11
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”12

Kedelapan: Keutamaan ilmu dan orang yang berilmu
Dalam hadits ini dapat kita ambil pelajaran pula bahwa orang yang berilmu memiliki keutamaan yang luar biasa dibanding ahli ibadah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya, dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.13 Al Qodhi mengatakan, ”Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah. Sedangkan cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya.”14

Kesembilan: Orang yang berfatwa tanpa ilmu hanya membawa kerusakan
Lihatlah bagaimana kerusakan yang diperbuat oleh ahli ibadah yang berfatwa tanpa dasar ilmu. Ia membuat orang lain sesat bahkan kerugian menimpa dirinya sendiri. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin ‘Abdul ‘Aziz,
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.15

Syarat Diterimanya Taubat
Syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat adalah sebagai berikut:
Pertama: Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
Kedua: Menyesali dosa yang telah dilakukan sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali.
Ketiga: Tidak terus menerus dalam berbuat dosa. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.
Keempat: Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat.
Kelima: Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.
Inilah syarat taubat yang biasa disebutkan oleh para ulama.

Penutup
Saudaraku yang sudah bergelimang maksiat dan dosa. Kenapa engkau berputus asa dari rahmat Allah? Lihatlah bagaimana ampunan Allah bagi setiap orang yang memohon ampunan pada-Nya. Orang yang sudah membunuh 99 nyawa + 1 pendeta yang ia bunuh, masih Allah terima taubatnya. Lantas mengapa engkau masih berputus asa dari rahmat Allah?!
Orang yang dulunya bergelimang maksiat pun setelah ia taubat, bisa saja ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menjadi muslim yang sholih dan muslimah yang sholihah. Itu suatu hal yang mungkin dan banyak sekali yang sudah membuktikannya. Mungkin engkau pernah mendengar nama Fudhail bin Iyadh. Dulunya beliau adalah seorang perampok. Namun setelah itu bertaubat dan menjadi ulama besar. Itu semua karena taufik Allah. Kami pun pernah mendengar ada seseorang yang dulunya terjerumus dalam maksiat dan pernah menzinai pacarnya. Namun setelah berhijrah dan bertaubat, ia pun menjadi seorang yang alim dan semakin paham agama. Semua itu karena taufik Allah. Dan kami yakin engkau pun pasti bisa lebih baik dari sebelumnya. Semoga Allah beri taufik.
Ingatlah bahwa orang yang berbuat dosa kemudia ia bertaubat dan Allah ampuni, ia seolah-olah tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Dari Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdillah dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali.16
Setiap hamba pernah berbuat salah, namun hamba yang terbaik adalah yang rajin bertaubat. Dari Anas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.17
Orang yang bertaubat akan Allah ganti kesalahan yang pernah ia perbuat dengan kebaikan. Sehingga seakan-akan yang ada dalam catatan amalannya hanya kebaikan saja. Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 70)
Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Allah akan mengganti amalan kejelekan yang diperbuat seseorang dengan amalan sholih. Allah akan mengganti kesyirikan yang pernah ia perbuat dengan keikhlasan. Allah akan mengganti perbuatan maksiat dengan kebaikan. Dan Allah pun mengganti kekufurannya dahulu dengan keislaman.”18
Sekarang, segeralah bertaubat dan memenuhi syarat-syaratnya. Lalu perbanyaklah amalan kebaikan dengan melaksanakan yang wajib-wajib dan sempurnakan dengan shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah, karena amalan kebaikan niscaya akan menutupi dosa-dosa yang telah engkau perbuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan sebuah nasehat berharga kepada Abu Dzar Al Ghifariy Jundub bin Junadah,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”19
Semoga Allah menerima setiap taubat kita. Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk menggapai ridho-Nya.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul , 1 Shofar 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikelwww.muslim.or.id

Footnote:
1 HR. Bukhari dan Muslim no. 2766.
2 HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
3 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/138-139, Muassasah Qurthubah.
4 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/140.
5 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141.
6 HR. Muslim no. 2758.
7 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75.
8 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/82, Dar Ihya’ At Turots.
9 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/83
10 Idem
11 HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.
12 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379
13 HR. Abu Daud no. 3641 dan no. 2682.
14 Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad Abdur Rahma Al Mubarakfuri Abul ‘Ala, 7/376, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut.
15 Lihat Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 15, Mawqi’ Al Islam.
16 HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.17 HR. Ibnu Majah, Ad Darimi, Al Hakim. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih
18 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10/326-327, Muassasah Qurthubah.
19 HR. Tirmidzi no. 1987. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi (hasan dilihat dari jalur lainnya). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib 2655.
Read More..

Kamis, April 08, 2010

Inilah Jaminan Bagi Ahli Tauhid




Tidak diragukan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat beberapa keistimewaan. Sungguh, keberuntungan yang besar bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid. Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan banyak sekali kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi ahli tauhid. Semoga Allah menggolongkan kita termasuk ahli tauhid.

Ahli Tauhid Mendapat Keamanan dan Petunjuk

Seseorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya,
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ {82}
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am:82)
Kezaliman meliputi tiga perkara :

  • Kezaliman terhadap hak Allah yaitu dengan berbuat syirik
  • Kezaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat
  • Kezaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain
Kezaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kesyirikan disebut kezaliman karena menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Ini merupakan kezaliman yang paling zalim. Hal ini karena pelaku syirik menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al Khaaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan Yang Maha Perkasa. Manakah kezaliman yang lebih parah dari ini?[1]
Yang dimaksud dengan kezaliman dalam ayat di atas adalah adalah syirik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ketika ayat ini turun, terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak pernah menzalimi dirinya sendiri (berbuat maksiat), maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda, “Tidak demikian, akan tetapi yang dimaksud (dengan kezaliman pada ayat tersebut) adalah kesyirikan. Tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman kepada anaknya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS Lukman: 13)”[2.] [3]
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman (kesyirikan), merekalah ahli tauhid. Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan akhirat seta mendapatkan petunjuk baik di dunia maupun di akhirat. Mereka akan mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan juga keamanan di akhirat dari hal-hal yang ditakuti yang akan terjadi di hari akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk di akhirat berupa petunjuk menuju jalan yang lurus. Tentunya kadar keamanan dan petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya. Semakin sempurna tauhid seseorang, semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.
Ahli Tauhid Pasti Masuk Surga
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda,
من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمداً عبده ورسوله، وأن عيسى عبد الله ورسوله وكلمته ألقاها إلى مريم وروح منه، والجنة حق، والنار حق أدخله الله الجنة على ما كان من العمل
Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakakannya”[4]
Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala untuk ahli tauhid bahwa Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga. Ahlu tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian yang disebut dalam hadist di atas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal yaitu mengucapkannya dengan lisan, mengilmui maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya, tidak cukup hanya sekadar mengucapknnya saja.
Yang dimaksud dengan ‘alaa maa kaana minal ‘amal (sesuai amal yang telah dikerjakannya) ada dua tafsiran:
Pertama: Mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena dosa-dosa selain syirik tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk surgasecara langsung maupun pada akhirnya masuk surga walau sempat diadzab di neraka. Ini merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dan menghalangi seseorang kekal di neraka.
Kedua: Mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan amalan mereka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai dengan amal shalihnya.[5]
Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka
Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa bahagianya sesorang yang tidak menjadi penghuni neraka. Hal ini akan didiapatkan oleh seseorang yang bertauhid dengan benar. Rasululllah shalallahu ‘alahi wa salaam bersabda,
فإن الله حرم على النار من قال: لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله
Sesunggunhya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan Laa ilaah illallah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah” [6]
Pengharaman dari neraka ada dua bentuk:

  • Diharamkan masuk neraka secara mutlak dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali, boleh jadi dia mempunyai dosa kemudian Allah mengampuninya atau dia termasuk golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
  • Diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.
Makna diharamkannya masuk neraka dalam hadist di atas mencakup dua bentuk ini. [7]
Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya
Hidup kita tidak luput dari gelimang dosa dan maksiat. Oleh karena itu pengampunan dosa adalah sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid secara benar, menjadi sebab terbesar dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda,
قال الله تعالى: يا ابن آدم؛ لو أتيتني بقراب الأرض خطايا، ثم لقيتني لا تشرك بي شيئاً لأتيتك بقرابها مغفرة
Allah berfirman: ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian kamu datang kepada-Ku tanpa menyekutukan sesuatu pun dengan-Ku, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula” [8]
Dalam hadist ini Nabi mengkhabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Allah akan menghapus dosa-dosa yang sangat banyak selama itu bukan dosa syirik. Makna hadis ini seperti firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا {48}
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisaa’:48)
Hadist ini merupakan dalil bahwa tauhid mempunyai pahala yang besar dan bisa menghapuskan dosa yang sangat banyak.[9]
Jaminan Bagi Masyarakat yang Bertauhid
Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika suatu masyarakat benar-benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah Ta’ala akan memberikan jaminan bagi mereka sebagaimana firman-Nya :
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ {55}
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nuur:45)
Dalam ayat yang mulia ini Allah memberikan beberapa jaminan bagi suatu masyarakat yang mau merealisasikan tauhid yaitu :

  1. Mendapat kekuasaan di muka bumi.
  2. Mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama.
  3. Mendapat keamanan dan dijauhkan dari rasa takut.
Pembaca yang dirahmati Allah, inilah sebagian diantara jaminan yang akan didapatkan oleh ahli tauhid. Semoga janji Allah dan Rasul-Nya di atas, semakin memotivasi kita untuk terus mempelajari tauhid dan mengamalkannya. Wallahul musta’an.

Selesai disusun malam Rabu, 8 Rabi’ul Akhir 1431 H/23 Maret 2010, Rumah Tercinta di Kompleks Ponpes Jamilurrahman
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Read More..

Obat Penenang Jiwa

Segala puji untuk Allah, Yang telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk dan obat bagi hamba-hamba yang beriman. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Imam orang-orang yang bertakwa, yang telah menguraikan ayat-ayat-Nya kepada segenap umatnya. Amma ba’du.

Saudaraku, sudah menjadi tabiat manusia bahwa mereka menyukai sesuatu yang bisa menyenangkan hati dan menentramkan jiwa mereka. Oleh sebab itu, banyak orang rela mengorbankan waktunya, memeras otaknya, dan menguras tenaganya, atau bahkan kalau perlu mengeluarkan biaya yang tidak kecil jumlahnya demi meraih apa yang disebut sebagai kepuasan dan ketenangan jiwa. Namun, ada sebuah fenomena memprihatinkan yang sulit sekali dilepaskan dari upaya ini. Seringkali kita jumpai manusia memakai cara-cara yang dibenci oleh Allah demi mencapai keinginan mereka.

Ada di antara mereka yang terjebak dalam jerat harta. Ada yang terjebak dalam jerat wanita. Ada yang terjebak dalam hiburan yang tidak halal. Ada pula yang terjebak dalam aksi-aksi brutal atau tindak kriminal. Apabila permasalahan ini kita cermati, ada satu faktor yang bisa ditengarai sebagai sumber utama munculnya itu semua. Hal itu tidak lain adalah karena manusia tidak lagi menemukan ketenangan dan kepuasan jiwa dengan berdzikir dan mengingat Rabb mereka.

Padahal, Allah ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam ayat (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)

Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Dzikir merupakan sebuah kelezatan bagi hati orang-orang yang mengerti.” Demikian juga Malik bin Dinar mengatakan, “Tidaklah orang-orang yang merasakan kelezatan bisa merasakan sebagaimana kelezatan yang diraih dengan mengingat Allah.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 562). Sekarang, yang menjadi pertanyaan kita adalah; mengapa banyak di antara kita yang tidak bisa merasakan kelezatan berdzikir sebagaimana yang digambarkan oleh para ulama salaf. Sehingga kita lebih menyukai menonton sepakbola daripada ikut pengajian, atau lebih suka menikmati telenovela daripada merenungkan ayat-ayat-Nya, atau lebih suka berkunjung ke lokasi wisata daripada memakmurkan rumah-Nya.

Perhatikanlah ucapan Rabi’ bin Anas berikut ini, mungkin kita akan bisa menemukan jawabannya. Rabi’ bin Anas mengatakan sebuah ungkapan dari sebagian sahabatnya, “Tanda cinta kepada Allah adalah banyak berdzikir/mengingat kepada-Nya, karena sesungguhnya tidaklah kamu mencintai apa saja kecuali kamu pasti akan banyak-banyak menyebutnya.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 559). Ini artinya, semakin lemah rasa cinta kepada Allah dalam diri seseorang, maka semakin sedikit pula ‘kemampuannya’ untuk bisa mengingat Allah ta’ala. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan kondisi batin kita yang begitu memprihatinkan, walaupun kondisi lahiriyahnya tampak baik-baik saja. Aduhai, betapa sedikit orang yang memperhatikannya! Ternyata, inilah yang selama ini hilang dan menipis dalam diri kita; yaitu rasa cinta kepada Allah…

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Pokok dan ruh ketauhidan adalah memurnikan rasa cinta untuk Allah semata, dan hal itu merupakan pokok penghambaan dan penyembahan kepada-Nya. Bahkan, itulah hakekat dari ibadah. Tauhid tidak akan sempurna sampai rasa cinta seorang hamba kepada Rabbnya menjadi sempurna, dan kecintaan kepada-Nya harus lebih diutamakan daripada segala sesuatu yang dicintai. Sehingga rasa cintanya kepada Allah mengalahkan rasa cintanya kepada selain-Nya dan menjadi penentu atasnya, yang membuat segala perkara yang dicintainya harus tunduk dan mengikuti kecintaan ini yang dengannya seorang hamba akan bisa menggapai kebahagiaan dan kemenangannya.” (al-Qaul as-Sadid Fi Maqashid at-Tauhid, hal. 95)

Kalau demikian keadaannya, maka solusi untuk bisa menggapai ketenangan jiwa melalui dzikir adalah dengan menumbuhkan dan menguatkan rasa cinta kepada Allah. Dan satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah dengan mengenal Allah melalui keagungan nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan memperhatikan kebesaran ayat-ayat-Nya, yang tertera di dalam al-Qur’an ataupun yang berwujud makhluk ciptaan-Nya. Syaikh Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya rasa cinta kepada sesuatu merupakan cabang dari pengenalan terhadapnya. Maka manusia yang paling mengenal Allah adalah orang yang paling cinta kepada-Nya. Dan setiap orang yang mengenal Allah pastilah akan mencintai-Nya. Dan tidak ada jalan untuk menggapai ma’rifat ini kecuali melalui pintu ilmu mengenai nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Tidak akan kokoh ma’rifat seorang hamba terhadap Allah kecuali dengan berupaya mengenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang disebutkan di dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah…” (Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid al-Asma’ wa as-Shifat, hal. 16)

Hati seorang hamba akan menjadi hidup, diliputi dengan kenikmatan dan ketentraman apabila hati tersebut adalah hati yang senantiasa mengenal Allah, yang pada akhirnya membuahkan rasa cinta kepada Allah lebih di atas segala-galanya (lihat Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid al-Asma’ wa as-Shifat, hal. 21). Di sisi yang lain, kelezatan di akherat yang diperoleh seorang hamba kelak adalah tatkala melihat wajah-Nya. Sementara hal itu tidak akan bisa diperolehnya kecuali setelah merasakan kelezatan paling agung di dunia, yaitu dengan mengenal Allah dan mencintai-Nya, dan inilah yang dimaksud dengan surga dunia yang akan senantiasa menyejukkan hati hamba-hamba-Nya (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 261)

Banyak orang yang tertipu oleh dunia dengan segala kesenangan yang ditawarkannya sehingga hal itu melupakan mereka dari mengingat Rabb yang menganugerahkan nikmat kepada mereka. Hal itu bermula, tatkala kecintaan kepada dunia telah meresap ke dalam relung-relung hatinya. Tanpa terasa, kecintaan kepada Allah sedikit demi sedikit luntur dan lenyap. Terlebih lagi ‘didukung’ suasana sekitar yang jauh dari siraman petunjuk al-Qur’an, apatah lagi pengenalan terhadap keagungan nama-nama dan sifat-Nya. Maka semakin jauhlah sosok seorang hamba yang lemah itu dari lingkaran hidayah Rabbnya. Sholat terasa hampa, berdzikir tinggal gerakan lidah tanpa makna, dan al-Qur’an pun teronggok berdebu tak tersentuh tangannya. Wahai saudaraku… apakah yang kau cari dalam hidup ini? Kalau engkau mencari kebahagiaan, maka ingatlah bahwa kebahagiaan yang sejati tidak akan pernah didapatkan kecuali bersama-Nya dan dengan senantiasa mengingat-Nya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi ternyata kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, sementara akherat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. al-A’la: 16-17). Allah juga berfirman mengenai seruan seorang rasul yang sangat menghendaki kebaikan bagi kaumnya (yang artinya), “Wahai kaumku, ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepada kalian jalan petunjuk. Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (yang semu), dan sesungguhnya akherat itulah tempat menetap yang sebenarnya.” (QS. Ghafir: 38-39) (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 260)
Apabila engkau menangis karena ludesnya hartamu, atau karena hilangnya jabatanmu, atau karena orang yang pergi meninggalkanmu, maka sekaranglah saatnya engkau menangisi rusaknya hatimu… Allahul musta’aan wa ‘alaihit tuklaan.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Read More..

Letak Kebahagiaan Bukan Pada Kemewahan Dunia




Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia. Namun banyak orang yang menempuh jalan yang salah dan keliru. Sebagian menyangka bahwa kebahagiaan adalah dengan memiliki mobil mewah, Handphone sekelas Blackberry, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tur wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya. Mereka menyangka bahwa inilah yang dinamakan hidup bahagia. Namun apakah betul seperti itu? Simak tulisan berikut ini.

Kebahagiaan untuk Orang yang Beriman dan Beramal Sholeh

Saudaraku … Orang yang beriman dan beramal sholeh, merekalah yang sebenarnya merasakan manisnya kehidupan dan kebahagiaan karena hatinya yang selalu tenang, berbeda dengan orang-orang yang lalai dari Allah yang selalu merasa gelisah. Walaupun mungkin engkau melihat kehidupan mereka begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan harta. Namun jika engkau melihat jauh, engkau akan mengetahui bahwa merekalah orang-orang yang paling berbahagia. Perhatikan seksama firman-firman Allah Ta’ala berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97). Ini adalah balasan bagi orang mukmin di dunia, yaitu akan mendapatkan kehidupan yang baik.
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97). Sedangkan dalam ayat ini adalah balasan di akhirat, yakni alam barzakh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.” (QS. An Nahl: 41)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 3). Kedua ayat ini menjelaskan balasan di akhirat bagi orang yang beriman dan beramal sholeh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Inilah empat tempat dalam Al Qur’an yang menjelaskan balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh. Ada dua balasan yang mereka peroleh yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Itulah dua kebahagiaan yang nantinya mereka peroleh. Ini menunjukkan bahwa mereka lah orang yang akan berbahagia di dunia dan akhirat.

Salah Satu Bukti

Seringkali kita mendengar nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Namanya begitu harum di tengah-tengah kaum muslimin karena pengaruh beliau dan karyanya begitu banyak di tengah-tengah umat ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, nama aslinya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi. Nama Kunyah beliau adalah Abul ‘Abbas.
Berikut adalah cerita dari murid beliau Ibnul Qayyim mengenai keadaannya yang penuh kesusahan, begitu juga keadaan yang penuh kesengsaraan di dalam penjara. Namun di balik itu, beliau termasuk orang yang paling berbahagia.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Allah Ta’ala pasti tahu bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala, yaitu berupa siksaan dalam penjara, ancaman dan penindasan dari musuh-musuh beliau. Namun bersamaan dengan itu semua, aku dapati bahwa beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya dan paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar kenikmatan hidup yang beliau rasakan. Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun sering mengatakan berulang kali pada Ibnul Qoyyim, “Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya keindahan surga dan tamannya ada di hatiku.”
Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan tatkala beliau berada di dalam penjara, padahal di dalamnya penuh dengan kesulitan, namun beliau masih mengatakan, “Seandainya benteng ini dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku berada di sini.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah mengatakan, “Sebenarnya orang yang dikatakan dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari mengenal Allah ‘azza wa jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada kesesatan). ”
Bahkan dalam penjara pun, Syaikhul Islam masih sering memperbanyak do’a agar dapat banyak bersyukur pada Allah, yaitu do’a: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, aku meminta pertolongan agar dapat berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik pada-Mu). Masih sempat di saat sujud, beliau mengucapkan do’a ini. Padahal beliau sedang dalam belenggu, namun itulah kebahagiaan yang beliau rasakan.
Tatkala beliau masuk dalam sel penjara, hingga berada di balik dinding, beliau mengatakan,
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ
Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (QS. Al Hadid: 13)
Itulah kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan yang kokoh. Kenikmatan seperti ini tidaklah pernah dirasakan oleh para raja dan juga pangeran.
Para salaf mengatakan,
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”

Mendapatkan Surga Dunia

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Di dunia itu terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat.”
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya.
Inilah surga dunia yang dirindukan oleh para pecinta surga akhirat.
Itulah saudaraku surga yang seharusnya engkau raih, dengan meraih kecintaan Allah, senantiasa berharap pada-Nya, serta dibarengi dengan rasa takut, juga selalu menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya.

Penutup

Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah. Namun letak kebahagiaan adalah di dalam hati, yaitu hati yang memiliki keimanan, yang selalu merasa cukup dan selalu bersandar pada Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kita surga dunia yaitu dengan memiliki hati yang selalu bersandar pada-Nya.
Hati yang selalu merasa cukup itulah yang lebih utama dari harta yang begitu melimpah.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


Sumber rujukan: Shahih Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hl. 91-96, Dar Ibnul Jauzi
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Read More..

Hiburan bagi yang Mendapatkan Musibah




Berikut adalah beberapa nasehat dari ayat al Qur’an, hadits dan perkataan ulama yang semoga bisa menghibur setiap orang yang sedang mengalami musibah.

Musibah Terasa Ringan dengan Mengingat Penderitaan yang Dialami Orang Sholih
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِيَعْزِ المسْلِمِيْنَ فِي مَصَائِبِهِمْ المصِيْبَةُ بي
Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.[1]
Dalam lafazh yang lain disebutkan.
مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ
Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.[2] Ternyata, musibah orang yang lebih sholih dari kita memang lebih berat dari yang kita alami. Sudah seharusnya kita tidak terus larut dalam kesedihan..

Semakin Kuat Iman, Memang Akan Semakin Terus Diuji

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.[3]

Di Balik Musibah, Pasti Ada Jalan Keluar

Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan.”[4]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Bersama kesulitan, ada kemudahan.[5]

Merealisasikan Iman adalah dengan Bersabar

‘Ali bin Abi Tholib mengatakan,
الصَّبْرُ مِنَ الإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الجَسَدِ، وَلَا إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَبْرَ لَهُ.
Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran.[6]

Musibah Awalnya Saja Terasa Sulit, Namun Jika Bersabar akan Semakin Mudah

Hudzaifah ibnul Yaman mengatakan,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَخْلُقْ شَيْئاً قَطٌّ إِلاَّ صَغِيْراً ثُمَّ يَكْبَرُ، إِلاَّ المصِيْبَة فَإِنَّهُ خَلَقَهَا كَبِيْرَةً ثُمَّ تَصْغُرُ.
Sesungguhnya Allah tidaklah menciptakan sesuatu melainkan dari yang kecil hingga yang besar kecuali musibah. Adapun musibah, Allah menciptakannya dari keadaan besar kemudian akan menjadi kecil.[7] Allah menciptakan segala sesuatu, misalkan dalam penciptaan manusia melalui tahapan dari kecil hingga beranjak dewasa (besar) semacam dalam firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua.” (QS. Ghofir: 67)
Namun untuk musibah tidaklah demikian. Musibah datang dalam keadaan besar, yakni terasa berat. Akan tetapi, lambat laut akan menjadi ringan jika seseorang mau bersabar.

Bersabarlah Di Awal Musibah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah.[8] Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah.

Pahala Orang yang Mau Bersabar Tanpa Batas

Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10). Al Auza’i mengatakan bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi ia akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.[9]

Akan Mendapatkan Ganti yang Lebih Baik

Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[10]
Do’a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami. Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
Semoga yang mendapati musibah semakin ringan menghadapinya dengan sedikit hiburan ini. Semoga kita selalu dianugerahi kesabaran dari Allah Ta’ala.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan pada malam 11 Muharram 1431 H di Panggang-Gunung Kidul (kediaman mertua tercinta)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Shahih Al Jami’, 5459, dari Al Qosim bin Muhammad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. [2] Disebutkan dalam Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu ‘Abdil Barr, hal. 249, Mawqi’ Al Waroq.
[3] HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[4] Taisir Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 929, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H
[5] HR. Ahmad no. 2804. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[6] Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, hal. 250.
[7] Idem.
[8] HR. Bukhari no. 1283, dari Anas bin Malik.
[9] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/89, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[10] HR. Muslim no. 918.

Read More..

Kesalahan Shalat ke-2 Mengucapkan Niat



Kesalahan Shalat ke-2

Mengucapkan Niat
 Mengucapkan niat dalam sholat adalah bid'ah yang diada-adakan. karena tidak terdapat satu dalil pun dari Al-Qur'an dan sunnah yang menganjurkan pengucapannya.


Menurut Syaikh Ali Mahfuzh; Di antara bid'ah-bid'ah shalat adalah,melafazhkan niat dengan keras. Ibnu Al-Haj dalam kitab  Al-Madkhal mengatakan; baik Imam Atau Makmum, tidak boleh mengeraskan bacaan niat. Mengingat tidak ada satu pun riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah, khulafaur rasyidin atau para sahabat Rhadhiyallahu Anhum melafazhkannya dengan keras. Jadi, mengucapkan niat termasuk bid'ah.



Syaikh bin Baz dalam fatwanya mengatakan, "Melafazhkan niat adalah bid'ah dan mengeraskan dalam melafazhkannya lebih besar dosanya. "Yang disunnahkan adalah, membaca niat dalam hati. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa pun yang tersembunyi. Dialah Allah, yang berfirman, "katakanlah, apakah kalian memberitahukan Allah tentang perkara agamamu, sedangkan Allah mengetahui apa yang di langit dan di bumi?"



Tidak ditemukan dari Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam atau salah seorang sahabat, dan seorang tabi'in pun yang melafazhkan niat shalat. Dengan demikian, dapat kita simpulkan berdasarkan fakta ini, bahwa melafazhkan niat tidak dianjurkan. Bahwa ini tergolong perbuatan bid'ah yang diada-adakan."

 
Read More..
Powered By Blogger